Kriteria Pemimpin Gampong Geuchiek Yang Menyatu Langsung Dengan Masyarakat

Kriteria Pemimpin Gampong Geuchik 

Artikel ilmiah

Kriteria Pimpinan Gampong yang langsung menyatu dengan masyarakat, dengan dalil‑dalilnya, serta pandangan ulama dan rujukan kitab.

Oleh: Cik Gu Bustami Ahmad,S.Ag.,M.Pd

Awal Kata

Di Provinsi Aceh, struktur pemerintahan gampong (desa) memiliki salah satu jabatan penting yaitu Geuchik , Pemimpin gampong yang dipilih dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Penerapan kepemimpinan yang dekat dan menyatu dengan masyarakat sangat krusial agar aspirasi rakyat terwakili, layanan publik berjalan, serta keadilan sosial dapat ditegakkan. Sebagaimana penelitian menunjukkan bahwa peran Geuchik sebagai mediator dan pemimpin lokal memiliki pengaruh signifikan terhadap penyelesaian konflik dan citra pemerintahan tingkat gampong. 

Dalam kerangka keilmuan Islam dan pemerintahan, pemimpin yang baik adalah amanah (tertanggungjawab), dekat dengan rakyat, memenuhi persyaratan syar’i, dan menjalankan tugasnya dengan keadilan dan pelayanan. Artikel ini bertujuan mengemukakan kriteria‑terbaik pimpinan gampong (Geuchik) yang langsung menyatu dengan masyarakat, dengan landasan dalil syar’i, dan unggulan dari kitab serta pandangan ulama.

Landasan Teoritis dan Syar’i

Landasan syar’i

1. Allah berfirman:

«يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ»

“Wahai orang‑orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulī al‑amri (pemimpin) di antara kamu…” (QS An­Nisā’ 4:59). 

2. Hadis:

«الدِّينُ النَّصِيحَةُ … لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ»

“Agama itu adalah nasihat … untuk Allah dan untuk Kitab‑Nya, dan untuk Rasul‑Nya, dan untuk imam‑imam kaum muslimin serta untuk kaum muslimin.” (HR. Muslim) 

Dari sini tampak bahwa pemimpin (ulī al‑amr) memiliki posisi syar’i dalam kepemimpinan umat, dan kepatuhan kepada pemimpin yang sah adalah bagian dari penegakan kewajiban sosial.

3. Kaidah fikih yang relevan:

«تَصَرُّفُ الإِمَامِ عَلَى الرِّعَايَةِ مَقْتُوطٌ بِالمَصْلَحَةِ»

“Tindakan imam (pemimpin) atas rakyatnya terkait dengan kemaslahatan (maslahah).” 

Ini menunjukkan bahwa pemimpin hendaknya mengutamakan kemaslahatan rakyatnya dalam setiap pengambilan keputusan dan tindakan.

Pandangan ulama dan kitab rujukan

Al‑Ghazali dalam kitabnya Iḥyāʾ ʿUlūm ad‑Dīn menyatakan bahwa pemimpin ideal adalah yang memiliki ilmu, moralitas, agama dan mampu mewujudkan kemaslahatan masyarakat. 

Dalam artikel “Kriteria Pemimpin dalam Islam” disebutkan bahwa kriteria penting pemimpin antara lain: muslim, berilmu, adil, memiliki kemampuan memimpin, dan fisik/mental yang sehat. 

Juga dalam kajian “Leadership dalam Perspektif Islam” disebut bahwa pemimpin harus melayani, bertanggung‑jawab sosial, mempunyai kesadaran taqwa, melibatkan musyawarah. 

Dengan demikian, fondasi untuk menyusun kriteria pimpinan gampong yang baik sudah kuat dari perspektif syar’i dan keilmuan.

Konteks Geuchik dan Gampong di Aceh

Pada tingkat gampong di Aceh, seorang Geuchik bukan saja administratur tetapi juga figur yang berada di tengah masyarakat, mengelola pelayanan publik, menyelesaikan konflik lokal, melakukan komunikasi langsung dengan warga. Beberapa penelitian menyebutkan:

Peran Geuchik sebagai mediator sengketa pertanahan seperti contoh di Aceh Singkil. 

Penelitian mengenai resistensi masyarakat terhadap Geuchik, contoh dalam  penanganan pandemi menunjukkan pentingnya kedekatan sosial dan legitimasi lokal. 

Dasar hukum pemerintahan gampong dan masa jabatan Geuchik diatur dalam UU Pemerintahan Aceh (UUPA) Pasal 115 ayat (3) bahwa Geuchik dipilih langsung oleh dan dari anggota masyarakat untuk masa jabatan enam tahun. 

Dengan demikian, framing kepemimpinan Geuchik “yang menyatu dengan masyarakat” sangat relevan yaitu bukan hanya sebagai pemimpin formal tetapi sebagai figur partisipatif dan dekat secara sosial.

Kriteria Terbaik Pimpinan Gampong (Geuchik) yang Menyatu dengan Masyarakat

Berdasarkan landasan di atas, berikut kita susun sepuluh (10) kriteria terbaik untuk seorang Geuchik yang benar‑benar menyatu dengan masyarakat. Setiap kriteria disertai dalil Arab dan rujukan ulama bila relevan.

 Kriteria Dan Penjelasan Serta Dalil

1 Muslim dan bertakwa («مُسْلِمٌ وَتَقِيٌّ») Pemimpin harus memenuhi syarat beragama dan takut kepada Allah, agar amanahnya tidak disalahgunakan. Berdasarkan QS An‑Nisā’ 4:59 dan hadis nasihat.

2 Ilmu yang cukup (kompeten) 

(«عَالِمٌ بِحَالِ الرِّعَايَةِ») Al‑Ghazali menekankan bahwa pemimpin harus punya ilmu yang cukup untuk mengurus rakyat. Juga kaidah: tidak menyerahkan urusan kepada yang bukan ahlinya. 

3 Menyatu dengan masyarakat / dekat rakyat («يَسْتَشِيرُ الرِّعَايَةَ وَيَخْبِرُهُمْ بِأَحْوَالِهِمْ») Pemimpin harus berada di tengah masyarakat, mendengar keluh‑kesah mereka, bukan jauh dan tertutup. Ini kontekstual berdasarkan kajian sosial Geuchik di Aceh.

4 Adil dalam keputusan dan perlakuan 

(«حَاكِمٌ بِالْعَدْلِ وَيُقَسِّمُ الْأَمْوَالَ بِالْمِعْدَالِ») Allah berfirman: «وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ» (QS An‑Nisā’ 4:58). Al‑Ghazali: “Seorang pemimpin adil lebih utama daripada ahli ibadah seratus tahun.” 

5 Memprioritaskan kemaslahatan rakyat (maslahah)

 («يَرْعَى مَصَالِحَ الرِّعَايَةِ وَلَا يُفْضِلُ نَفْسَهُ عَلَيْهِمْ») Kaidah fikih: “تَصَرُّفُ الإِمَامِ عَلَى الرِّعَايَةِ مَقْتُوطٌ بِالمَصْلَحَةِ”. Pemimpin yang menyatu akan lebih peka terhadap kebutuhan masyarakat. 

6 Musyawarah dan partisipatif 

(«يَشُورُهُم فِي أَمْرِهِ وَهُمْ يَشْعُرُونَ بِذَلِكَ») QS Asy‑Syūrā 42:38: “وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ”. Pemimpin gampong harus melibatkan warga dalam pengambilan keputusan. 

7 Keteladanan akhlak (uswah hasanah) 

(«يَكُونُ لَهُ سُنَّةٌ فِي أَخْلَاقِهِ وَأَفْعَالِهِ») QS Al‑Ahzāb 33:21: “لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ.” Pemimpin yang dekat dengan masyarakat akan lebih dipercaya bila akhlaknya baik.

8 Keterbukaan dan transparansi 

(«يَكْشِفُ عَمَلَهُ لِرِعَايَتِهِ وَيَخْتَلِطُ بِهِمْ») Pemimpin yang menyatu tidak eksklusif, melainkan bersama rakyat, mendengar aspirasi secara langsung. Kajian di Aceh tentang resistensi menunjukkan buruknya keterbukaan akan memunculkan ketidakpercayaan. 

9 Pelayanan publik yang baik («خَادِمُ أُمَّتِهِ» atau «خَادِمُ الرِّعَايَةِ») Dalam banyak literatur dikatakan pemimpin adalah khadimul ummah (pelayan masyarakat). Hal ini terlihat dalam buku “Adab Berpolitik” karya Al‑Ghazali. 

10 Keberanian dan daya tanggap terhadap permasalahan lokal 

(«يُجِيبُ دَعْوَةَ الرِّعَايَةِ وَيُمَاكِنُ أَحْوَالَهُمْ») Khusus di tingkat gampong, Geuchik tidak hanya administratif tetapi harus responsif terhadap konflik lokal, seperti yang diteliti di Aceh Singkil. 

Diskusi

Mengapa kriteria “menyatu dengan masyarakat” itu penting?

Karena di tingkat gampong, jarak antara pemimpin dan masyarakat sangat kecil. Bila pemimpin tidak “turun ke bawah”, maka aspirasi terabaikan, partisipasi rendah, dan legitimasi pemimpin melemah.

Seperti penelitian di Aceh menunjukkan bahwa ketika Geuchik tidak memahami kondisi masyarakat atau tidak dekat dengan warga, maka muncul resistensi terhadap kebijakan maupun pelayanan. 

Sebaliknya, pemimpin yang sering hadir dalam forum masyarakat, berkomunikasi, dan mengerti kebutuhan mereka akan membangun kepercayaan dan efektivitas pemerintahan lokal.

Tantangan Kepemimpinan Gampong di Aceh

Regulasi dan masa jabatan: misalnya masa jabatan Geuchik diatur enam tahun di UUPA Pasal 115 ayat 3. 

Dinamika sosial: masyarakat Aceh sangat dipengaruhi adat, budaya gampong, dan interaksi tradisional, sehingga pemimpin yang menyatu harus memahami nilai‑lokal selain regulasi formal.

Keterbatasan sumber daya dan kapasitas: pemimpin harus punya kemampuan yang cukup untuk mengoperasionalkan pelayanan dan musyawarah.

Implikasi dari kriteria ke praktik nyata

Dalam proses pemilihan atau evaluasi Geuchik, komponen kriteria‑terbaik ini dapat menjadi indikator: sejauh mana calon atau pejabat aktif di masyarakat, punya reputasi keadilan, turun ke lapangan, dan memakai musyawarah.

Pelatihan atau pengembangan kapasitas untuk Geuchik: menekankan aspek kepemimpinan yang berorientasi masyarakat, bukan hanya administratif.

Pengukuran kinerja: dapat dilihat dari indikator pelayanan publik, penyelesaian konflik lokal, serta partisipasi dan kepercayaan masyarakat.

Penutup

Dalam rangka memperkuat pemerintahan gampong di Aceh, sangat penting bahwa pemimpin gampong (Geuchik) adalah figur yang “menyatu langsung” dengan masyarakat , bukan hanya sebagai pejabat yang berjarak, tetapi sebagai pelayan, mediator, pendengar, dan teladan. Berdasarkan dalil syar’i, kitab ulama, dan kajian empiris, maka kriteria‑terbaik seperti yang telah diuraikan di atas menjadi panduan penting. Semoga artikel ini bermanfaat sebagai referensi akademik dan praktik bagi pengembangan kepemimpinan di tingkat gampong.

Referensi Rujukan

Al‑Ghazali, Abu Hamid. Iḥyāʾ ʿUlūm ad‑Dīn (kitab tentang akhlak, pemerintahan, dan kepemimpinan).

Rasfiudin, “Kriteria Pemimpin dalam Islam”, Jurnal Cerdas Hukum. 

Nurma Isfira Maharani, Ahmad Muzakki, “Kriteria Pemimpin Perspektif Imam Al‑Ghazali Dalam Kitab Ihyā’ Ulumuddin”. 

Siti Rahmah & Zul Aidy, “Peran Kepala Gampong (Keuchik) sebagai Mediator dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Kecamatan Singkil”. 

Wiwin Nuzula et al., “Resistensi Masyarakat terhadap Geuchik dalam Penanganan Pandemi Covid‑19 (Studi di Gampong Kampung Tengah, Aceh Barat Daya)”. 

Redaksi Islamic tekhno tv com 

Posting Komentar untuk "Kriteria Pemimpin Gampong Geuchiek Yang Menyatu Langsung Dengan Masyarakat"