Jurnal Teologi Islam Kontemporer
KORELASI ANTARA IMAN, IHTIAR, DAN TAKDIR DALAM KETETAPAN REZEKI
ust. Bustami Ahmad S.Ag., M.Pd
Dosen dan Peneliti Kajian Teologi Islam, MTsN 5 Pidie
Abstrak
Tulisan ini membahas keterkaitan antara tiga komponen penting dalam akidah Islam, yaitu iman, ihtiar (usaha), dan takdir dalam konteks ketetapan rezeki. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan tafsir tematik dan teologis Islam berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Hadis serta pandangan para ulama. Dengan metode deskriptif-analitik, artikel ini menyimpulkan bahwa rezeki adalah bagian dari takdir yang telah ditetapkan Allah, namun upaya manusia (ihtiar) tetap menjadi bagian dari sunnatullah dan perintah syariat, yang menguji keimanan seorang hamba kepada Allah. Pemahaman yang seimbang antara keyakinan terhadap takdir dan pelaksanaan usaha menjadi indikator kematangan spiritual seorang muslim dalam menjalani kehidupan.
Kata Kunci: Iman, Ihtiar, Takdir, Rezeki, Teologi Islam
1. Pendahuluan
Persoalan rezeki merupakan topik fundamental dalam kehidupan manusia. Dalam perspektif Islam, rezeki tidak hanya menyangkut aspek materi, melainkan juga spiritual. Ketika membahas rezeki, tiga konsep utama saling berkaitan: iman, ihtiar, dan takdir. Ketiganya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pemahaman akidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Di tengah berkembangnya persepsi bahwa kesuksesan hidup hanya ditentukan oleh usaha atau sebaliknya, hanya takdir, maka diperlukan kajian yang menempatkan ketiganya dalam posisi yang tepat secara teologis.
2. Pengertian Iman, Ihtiar, dan Takdir
Iman dalam Islam adalah keyakinan total terhadap Allah SWT, termasuk percaya bahwa Allah adalah pemberi rezeki. Ihtiar adalah usaha manusia yang dilakukan secara aktif sebagai bentuk kepatuhan terhadap perintah syariat. Sedangkan takdir adalah ketetapan Allah yang meliputi segala sesuatu, termasuk rezeki, sebagaimana telah tercatat di Lauh Mahfudz.
Allah berfirman:
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
“Dan di langit terdapat rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 22)
Ayat ini menegaskan bahwa rezeki telah berada dalam pengawasan dan ketetapan Allah SWT, namun bukan berarti manusia tidak perlu berusaha.
3. Dalil-Dalil Tentang Ketetapan Rezeki
3.1 Al-Qur’an
Allah berfirman:
اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah: 268)
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasi. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui dan Maha Melihat terhadap hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Al-Isra’: 30)
3.2 Hadis
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ... فَيُكْتَبُ رِزْقُهُ وَأَجَلُهُ وَعَمَلُهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ"
"Sesungguhnya salah satu dari kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya... kemudian dituliskan rezekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia celaka atau bahagia." (H.R. Bukhari dan Muslim)
4. Pandangan Ulama
Imam al-Ghazali: Rezeki telah ditentukan, namun manusia tetap diperintahkan untuk berusaha. Dalam Ihya Ulumuddin, beliau menjelaskan bahwa usaha adalah bagian dari ibadah sekaligus ujian iman.
Ibn al-Qayyim: Dalam Tuhfatu al-Maudud, ia menekankan bahwa takdir tidak menafikan usaha. Allah menetapkan hasil, namun sunnatullah berjalan seiring dengan ikhtiar.
Imam al-Maturidi: Dalam Ta’wilat Ahl al-Sunnah, beliau menegaskan adanya ruang kehendak manusia dalam berusaha, tetapi tetap dalam kerangka kehendak Allah.
5. Analisis Korelasi
Iman kepada Allah membentuk keyakinan bahwa Allah adalah pemberi rezeki. Ihtiar adalah bentuk implementasi keimanan melalui perintah syariat untuk bekerja, berdagang, dan beramal. Takdir menjadi manifestasi dari ketentuan Allah yang berlaku atas hasil akhir dari ihtiar manusia. Ketiga aspek ini saling menguatkan dan membentuk sikap hidup yang seimbang antara spiritualitas dan usaha lahiriah. Tawakal bukan berarti pasif, dan usaha tidak berarti meniadakan qadha dan qadar.
6. Penutup
Korelasi antara iman, ihtiar, dan takdir adalah fondasi teologis dalam memahami rezeki dalam Islam. Rezeki tidak akan salah alamat, namun juga tidak akan datang kepada orang yang hanya berpangku tangan. Seimbang antara keyakinan spiritual dan kesungguhan usaha adalah kunci kehidupan yang berkah dan penuh kebermaknaan. Pemahaman ini tidak hanya memperkuat akidah, tetapi juga menjadi pijakan bagi pembangunan etos kerja dan tanggung jawab sosial.
Daftar Pustaka
1. Al-Ghazali. Iḥyā’ ‘Ulūm ad-Dīn. Beirut: Darul Ma‘rifah, 2005.
2. Ibn al-Qayyim. Tuhfatu al-Maudūd bi Aḥkām al-Maulūd. Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003.
3. Al-Maturidi. Ta’wīlāt Ahl al-Sunnah. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005.
4. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2004.
5. Al-Bukhari & Muslim. Shahih Bukhari dan Muslim. Beirut: Darul Fikr.
Redaksi:Islamic Tekhno tv.com
Posting Komentar untuk "KORELASI ANTARA IMAN, IHTIAR, DAN TAKDIR DALAM KETETAPAN REZEKI"