Kajian dan Solusi berdasarkan Fakta
Hewan ternak berkeliaran di jalan umum di Kabupaten Pidie serta solusinya secara holistik:
MENANGANI HEWAN TERNAK BERKELIARAN DI JALAN UMUM: URGENSI PERDA DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT GAMPONG DI KABUPATEN PIDIE
By. Bustami Ahmad,S.Ag.,M.Pd
Inti Permasalahan Fakta:
Fenomena hewan ternak seperti lembu dan kambing yang berkeliaran di jalan umum nasional, provinsi, dan kabupaten di Pidie tidak hanya menjadi masalah ketertiban, tetapi juga membahayakan keselamatan lalu lintas dan mencerminkan lemahnya manajemen ternak masyarakat. Tulisan ini mengevaluasi urgensi pembentukan regulasi berupa Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Gampong yang disertai sanksi berat, serta pentingnya pendekatan pemberdayaan ekonomi sebagai solusi berkelanjutan. Analisis dilakukan berdasarkan pendekatan hukum, ekonomi sosial, dan budaya lokal masyarakat Pidie, serta pendapat para ahli di bidang peternakan dan pemberdayaan ekonomi.
Awalnya
Kabupaten Pidie merupakan wilayah agraris yang kaya akan potensi peternakan rakyat, khususnya lembu dan kambing. Namun dalam beberapa tahun terakhir, muncul keluhan dari masyarakat mengenai banyaknya hewan ternak yang berkeliaran bebas di jalan nasional, provinsi, hingga jalan desa. Kondisi ini menimbulkan berbagai masalah mulai dari kecelakaan lalu lintas, pencemaran lingkungan, hingga konflik sosial antar warga.
Fenomena ini mencerminkan ketidakteraturan dalam tata kelola peternakan dan lemahnya pengawasan di tingkat Gampong. Maka, pertanyaannya adalah: apakah cukup hanya dengan pendekatan regulasi dan sanksi? Ataukah diperlukan solusi berbasis pemberdayaan masyarakat dengan mempertimbangkan karakter sosial dan budaya masyarakat Pidie?
Permasalahan dan Dampaknya
1. Aspek Keamanan Publik
Data dari Dinas Perhubungan dan Kepolisian Lalu Lintas menunjukkan peningkatan kecelakaan akibat hewan ternak di jalan, khususnya pada malam hari saat pengendara kesulitan melihat keberadaan hewan tersebut.
2. Aspek Ketertiban dan Estetika
Jalan raya menjadi tempat umum yang mestinya steril dari gangguan. Hewan ternak yang berkeliaran menciptakan kesan semrawut, merusak taman jalan, dan mencemari lingkungan dengan kotoran.
3. Aspek Sosial dan Ekonomi
Konflik antar warga sering muncul akibat hewan peliharaan merusak lahan pertanian orang lain, sementara tanggung jawab pemilik sulit ditetapkan karena tidak adanya penandaan hewan yang jelas.
Urgensi Peraturan Daerah dan Sanksi
1. Kebutuhan akan Perda atau Peraturan Gampong
Beberapa kabupaten di Indonesia telah menetapkan Perda yang mengatur larangan melepas hewan ternak sembarangan, seperti Perda Kabupaten Gowa (No. 9 Tahun 2005). Perda serupa perlu dibentuk di Pidie agar memiliki kekuatan hukum untuk menindak pelanggaran.
Isi penting dari Perda yang diusulkan:
Kewajiban mengandangkan hewan ternak.
Larangan melepas ternak di jalan umum.
Sanksi administrasi hingga denda.
Penguatan peran Keuchik dan Tuha Peut dalam pengawasan.
2. Sanksi Berat Sebagai Efek Jera
Menurut Prof. Dr. A. Syahrani dalam bukunya Konsep Dasar dan Asas Hukum Administrasi Negara (2005), sanksi administratif yang efektif mampu mendorong kepatuhan masyarakat terhadap norma sosial. Maka, sanksi berupa denda, penyitaan ternak, atau pencabutan bantuan desa dapat diberlakukan.
Solusi Berbasis Pemberdayaan Ekonomi
1. Kandangan Kolektif dan Sentra Peternakan Desa
Pendekatan komunitas seperti kandang kolektif bisa dijadikan solusi jangka panjang. Model ini telah berhasil di Kabupaten Sleman dan Kulon Progo (DIY), di mana masyarakat difasilitasi membuat kandang bersama dan bergiliran menjaganya.
2. Skema Insentif dan Edukasi
Alih-alih hanya menghukum, pemerintah desa dapat memberi insentif berupa bantuan bibit, pelatihan tata kelola peternakan, dan pemasaran hasil ternak bagi masyarakat yang patuh aturan.
Rujukan penting:
Nurtanio, M. (2017). Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Komunitas. Yogyakarta: Gava Media.
Dr. Ir. Muladno, MSA. (Guru Besar IPB), melalui model Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) menyatakan pentingnya integrasi antara edukasi peternak dan dukungan modal berbasis kelembagaan masyarakat desa.
3. Penguatan Peran BUMG dan Koperasi Ternak
Usaha peternakan bisa dikelola melalui Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) yang tidak hanya menjadi pusat penggembalaan, tapi juga distribusi dan penjualan hasil ternak. Ini menjadi solusi jangka panjang mengingat banyaknya lahan tidur di Pidie yang belum dimanfaatkan secara produktif.
Karakter Sosial Budaya Masyarakat Pidie
Masyarakat Pidie dikenal kuat dalam nilai-nilai kekeluargaan dan adat. Maka pendekatan solutif berbasis musyawarah dan pelibatan ulama serta tokoh adat menjadi penting. Seperti dikatakan oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, keberhasilan kebijakan di daerah sangat ditentukan oleh pemahaman konteks kultural setempat.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan: Masalah hewan ternak yang berkeliaran di jalan umum di Kabupaten Pidie bukan sekadar persoalan disiplin warga, tetapi mencerminkan kegagalan sistemik dalam tata kelola peternakan desa. Pendekatan represif seperti Perda dan sanksi memang penting, tetapi tidak cukup tanpa didampingi pemberdayaan ekonomi dan penguatan kelembagaan desa.
Rekomendasi:
1. Segera disusun Perda Kabupaten Pidie tentang Tertib Ternak.
2. Gampong diberi wewenang menerbitkan qanun lokal dan mengefektifkan struktur pengawasan.
3. Pemerintah daerah membentuk Program Kandang Kolektif dan Sekolah Peternakan Rakyat.
4. Penguatan BUMG sebagai pusat pengembangan ekonomi peternakan.
5. Pelibatan tokoh agama dan adat dalam edukasi sosial kepada masyarakat.
Daftar Rujukan
1. Nurtanio, M. (2017). Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Komunitas. Yogyakarta: Gava Media.
2. Syahrani, A. (2005). Konsep Dasar dan Asas Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.
3. Muladno, MSA. (2015). Model Sekolah Peternakan Rakyat (SPR). Bogor: IPB Press.
4. Azra, A. (2010). Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal. Jakarta: Kompas.
5. Perda Kabupaten Gowa No. 9 Tahun 2005 tentang Penertiban Ternak.
6. BPS Pidie (2023). Statistik Pertanian dan Peternakan Ka
bupaten Pidie.
Posting Komentar untuk "LUMO DI PIPIE BAK JALAN DAN SOLUSINYA"