Judul: Tata Cara Hisab dan Rukyat dalam Menentukan Awal Ramadhan, Syawal, dan 10 Zulhijjah: Kajian Dalil, Ulama, dan Solusi Penyatuan kedua metode, dan di uraikan pada kesempatan lain tata cara memakai rumus dalam penentuan Jadwal shalat sepanjang abad
Oleh Tgk.T . Mahmud Ahmad. M.Ag
Dirangkumkan: ust. Bustami Ahmad,S.Ag.,M.Pd
Inti Permasalahan
Penentuan awal bulan Hijriah seperti Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah merupakan bagian penting dalam ibadah umat Islam. Dua metode yang digunakan adalah hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal langsung). Tulisan ini mengkaji secara ilmiah tata cara perhitungan kedua metode, dalil-dalil pendukungnya, pandangan para ulama serta tawaran solusi agar terjadi persatuan antara keduanya dalam penentuan awal bulan hijriah.
1. Awal kata
Masuknya bulan Ramadhan, Syawal, dan 10 Zulhijjah memiliki konsekuensi hukum syariat yang penting: kewajiban puasa, hari raya, dan pelaksanaan haji. Persoalan yang kerap muncul adalah perbedaan metode hisab dan rukyat dalam menentukan masuknya bulan-bulan tersebut.
2. Metode Hisab
Pengertian
Hisab adalah metode penentuan awal bulan berdasarkan perhitungan matematis dan astronomis terhadap posisi bulan dan matahari.
Tata Cara
Hisab menghitung ijtimak (konjungsi), tinggi hilal, umur bulan, elongasi (jarak sudut antara matahari dan bulan), dan visibilitas (kemungkinan terlihatnya hilal). Kriteria hisab berbeda-beda, seperti:
Hisab Urfi: hanya berdasarkan siklus rata-rata bulan.
Hisab Haqiqi: berdasarkan posisi geometris yang akurat.
Hisab Wujudul Hilal: asal hilal sudah wujud (meski belum terlihat), maka bulan baru dimulai.
Dalil Pendukung Hisab
Sebagian ulama mendasarkan penggunaan hisab pada ayat-ayat dan kaidah-kaidah syariat:
قوله تعالى:
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
(QS. Ar-Rahman: 5)
"Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan."
قوله تعالى:
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ
(QS. Yasin: 39)
"Dan bulan telah Kami tetapkan manzilah-manzilah (posisinya)."
Pandangan Ulama Pendukung Hisab
Imam Abu Ja’far Al-Baqillani (Maliki): membolehkan penggunaan hisab untuk ibadah karena termasuk bentuk ilmu qath’i.
Imam Ibnu Surayj (Syafi’i): memperbolehkan hisab jika telah diyakini kevalidannya.
Imam al-Khattabi menyatakan:
فَأَمَّا أَهْلُ التَّقْوِيمِ وَالحِسَابِ، فَلَهُمْ أَنْ يَعْمَلُوا بِعِلْمِهِمْ فِي أَنْفُسِهِمْ
"Adapun ahli perhitungan dan astronomi, maka mereka boleh menggunakan ilmunya untuk diri mereka sendiri."
3. Metode Rukyat
Pengertian
Rukyat adalah metode pengamatan langsung terhadap hilal (bulan sabit) untuk menentukan awal bulan hijriah.
Tata Cara
Dilakukan pada malam ke-29 bulan berjalan. Jika hilal terlihat, maka esoknya masuk bulan baru. Jika tidak, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari.
Dalil Pendukung Rukyat
حديث النبي ﷺ:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
(رواه البخاري ومسلم)
"Berpuasalah karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihatnya. Jika kalian tertutup oleh awan, maka sempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh."
حديث النبي ﷺ:
لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ، إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يُصَلِّي صَوْمًا، فَلْيَصُمْ ذَٰلِكَ الْيَوْمَ
(رواه البخاري ومسلم)
"Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali seseorang yang biasa berpuasa pada hari itu."
Pandangan Ulama Pendukung Rukyat
Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali menetapkan rukyat sebagai dasar penentuan awal bulan, merujuk pada hadis-hadis sahih dan praktik Nabi ﷺ.
4. Perbandingan Hisab dan Rukyat
Aspek Hisab Rukyat
Sumber Ilmu astronomi dan matematika Pengamatan langsung sesuai sunnah
Validitas Syariat Diperselisihkan ulama; sebagian membolehkan Disepakati dalam hadis shahih
Ketepatan Ilmiah Sangat akurat secara teori astronomi Bergantung kondisi cuaca dan kualitas pengamatan
Kelebihan Tidak tergantung cuaca, bisa diprediksi jauh hari Sesuai sunnah Nabi ﷺ dan ijma' ulama salaf
Kekurangan Tidak semua menerima sebagai dasar ibadah Sering memicu perbedaan karena kondisi lokal hilal
5. Tawaran Solusi: Penyatuan Hisab dan Rukyat
Pendekatan Integratif
Beberapa negara seperti Indonesia (melalui Kementerian Agama dan MUI) telah mengadopsi pendekatan rukyat yang dibimbing hisab atau disebut hisab-rukyat integratif.
Prinsip yang Digunakan:
Imkanu Rukyat (Visibilitas Hilal): Hisab digunakan untuk menentukan kemungkinan terlihatnya hilal, sedangkan keputusan akhir tetap dengan rukyat.
Kriteria MABIMS (Malaysia, Brunei, Indonesia, Singapura):
Hilal minimal tinggi 3°, dan elongasi 6,4°.
Dalil Pendukung untuk Integrasi
قوله ﷺ:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ...
Menunjukkan bahwa rukyat adalah dasar, tetapi tidak menutup kemungkinan menggunakan ilmu hisab sebagai alat bantu.
Kaedah Fiqih:
مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
"Sesuatu yang tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengan adanya, maka ia menjadi wajib."
Hisab bisa menjadi alat bantu untuk menyempurnakan rukyat.
6. Kesimpulan
Metode rukyat memiliki dasar kuat dari sunnah Nabi dan ijma’ ulama.
Hisab dapat digunakan sebagai alat bantu untuk memperkirakan kemungkinan terlihatnya hilal secara ilmiah.
Solusi penyatuan yang paling moderat adalah pendekatan hisab rukyat integratif agar tercipta kesatuan umat.
Ulama kontemporer seperti Prof. Muhammad Quraish Shihab, KH. Ma’ruf Amin, dan Syekh Wahbah Zuhaili mendukung pendekatan moderat ini.
7. Daftar Kitab dan Referensi
1. Tafsir Al-Qurthubi, Juz 18 (QS. Yasin dan Ar-Rahman)
2. Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari – Ibn Hajar al-Asqalani
3. Subul al-Salam – Al-Shan'ani
4. Bidayatul Mujtahid – Ibn Rusyd
5. Fiqh al-Islami wa Adillatuhu – Wahbah al-Zuhaili
6. Taqwim al-Buldan – Al-Khazini
7. Risalah Hisab dan Rukyat – Prof. H. Thomas Djamaluddin
8. Pedoman Hisab Rukyat Indonesia – Kementerian Agama RI
Redaksi: Islamic tekhno tv.com
Posting Komentar untuk "Metode Hisab dan Rukyat Serta Solusi Penyatuannya"