Diterbitkan kembali:
Ahad, 23 Juni 2024 M – 17 Dzulhijjah 1445 H
Di Masjid At-Taubah, Kampung Barat, Susoh Abdya
*"Keselarasan Ilmu dan Adab bagi Seorang Muslim dalam Kehidupan"*
Disampaikan oleh : _Al-Faqir Ust. H. Muharril Ashary, Lc., MA_
*Prolog (1): Landasan Kajian dalam Al-Quran dan Al-Hadits*
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
_Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (Az-Zumar: 9)_
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱللَّهُۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيم
_Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah: 282)_
Dengan bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan bimbingan-Nya kepada hamba tersebut.
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ
_Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (Fatir: 28)_
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ
_Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Al-Mujadilah: 11)_
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ ..
_“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Al-Hakim)_
«مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ العُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ»
_“Barang siapa yang menuntut ilmu untuk menyaing-nyaingi para ulama, mendebat orang-orang bodoh atau memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.” (At-Tirmidzi)_
*Prolog (2): Fenomena Sosial*
Terlalu banyak dari kaum muslimin mempelajari ilmu agama, namun lupa mempelajari Adab.
Sebagai ilustrasi, sebagian dari kita cukur mahir dalam fikih, tauhid, dan hadits, tetapi cara kita berperilaku terhadap orang tua, kerabat, tetangga, saudara muslim lainnya, bahkan guru kita sendiri, tidak sesuai dengan petunjuk dan bimbingan para ulama. Berilmu sekaligus beradab, itulah yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim yang baik.
*DEFINISI ILMU DAN ADAB*
قال إمام الحرمين الجويني: العلم هو معرفة المعلوم على ما هو به في الواقع. (الورقات)
_Ilmu itu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan kenyataannya._
قال الإمام ابن حجر العسقلاني: الأدب هو الأخذُ بمكارم الأخلاق. (فتح الباري)
_Adab itu adalah menampilkan kemuliaan akhlak._
Adab dan ilmu memiliki dua klasifikasi : _Thabi’i_ dan _Muktasab._ Adab dan ilmu thabi’i adalah yang telah diciptakan dan dianugerahkan oleh Allah kepada manusia, sementara Muktasab _(acquired)_ adalah ilmu dan adab yang diperoleh oleh manusia dari ahlinya.
*MANA YANG LEBIH DULU, ILMU ATAU ADAB?*
قال مالك بن أنسٍ لفتًى من قريشٍ: يا ابنَ أخي، تعلَّمِ الأدبَ قبل أن تتعلم العلم.
_“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” (Hilyatul Auliya’)_
Seorang ulama Salaf pernah menasehati anaknya:
يا بنى لأن تتعلم بابا من الأدب أحب إلى من أن تتعلم سبعين بابا من أبواب العلم
_“Wahai anakku, aku lebih suka melihatmu mempelajari satu bab tentang adab dibanding mempelajari tujuh puluh bab tentang ilmu”_
قال الإمام ابن المبارك : تعلمت الأدب ثلاثين سنة، وتعلمت العلم عشرين سنة
_“Aku mempelajari adab selama 30 tahun, sedangkan mempelajari ilmu selama 20 tahun.”_
*FENOMENA GEN-Y, GEN-Z, GEN-ALPHA*
Dapat dikatakan, manusia saat ini (terutama Millenial, Z dan Alpha) mengalami percepatan pengetahuan yang luar biasa. Mereka mampu mengeksplorasi wawasan intelektual, spiritual, bahkan imajinasi dengan begitu cepatnya, persekiandetiknya mereka bisa mengetahui sesuatu yang baru.
Mereka mampu menjelajahi pengetahuan seputar akhlak dan adab dengan begitu mudahnya, mungkin untuk merangsang hati, pikiran, serta tubuh mereka untuk mencerminkan adab. Namun semua itu bukanlah hal yang praktis dan instan untuk diterapkan. Hal tersebut menjadi tantangan yang amat berat, agar mereka bisa melatih diri mereka untuk menjadi sosok yang berakhlak, insan yang beradab.
Belum lagi, tantangan mereka pada tontonan yang hadir di setiap kedipan mata dan sentuhan jemari, yang tidak mampu dipilah-pilih mana yang layak dan mana yang tidak. Siapa yang akan membatasi hal itu? Jawabannya adalah diri mereka sendiri. Benar, banyak tontonan yang positif untuk disimak, namun lebih banyak lagi tontonan negatif yang selalu hadir di setiap detiknya. Hal itu sangat berpengaruh bagi karakter dan moral penontonnya. Terlebih lagi, bagi anak-anak Gen-Z dan Alpha yang mungkin telah menjadikan sosok penyaji tontonan tersebut dengan figur pengetahuan atau moral, ketimbang orang tuanya atau abang-kakaknya yang terdekat.
Oleh karena itu, perlu perbaikan ekstra besar untuk mengubah mindset dan lifestyle generasi muda ini, agar mereka tidak semakin tergerus oleh pola kehidupan di zaman saat ini, menjadi apa yang disebut dalam ungkapan : _“Hanya ikan mati yang terbawa arus”._ Mumpung belum dikatakan terlambat, mulailah kembali atau lanjutkanlah kembali bimbingan terhadap generasi muda dengan dasar ilmu dan adab, serta ajarkan mereka akan proses riyadhah dan mujahadah yang besar, sehingga mereka akan kuat dalam menjalani kehidupan.
*PENDIDIKAN YANG DITAWARKAN*
Bijaksanalah dalam menentukan pilihan lembaga pendidikan yang tepat bagi anak. Setiap sekolah, madrasah, lembaga pasti memiliki program-program unggulan. Namun, apa kiranya program yang sesuai dengan anak kita? Tentu dari pribadi kami, menyarankan agar memasukkan anak ke sekolah/madrasah yang berbasis keislaman. Atau memasukkan anak ke sekolah yang diunggulkan program-program ekstrakurikulernya, namun tetap mengantarkan anak tersebut di petang atau malam hari ke tempat pengajian Al-Quran. Hal tersebut dilakukan demi keseimbangan pendidikan intelektualitas dan spiritualitas anak.
Dewasa ini, pendidikan yang berbasis keislaman secara khususnya, sudah amat sangat berkembang. Mulai dari pesantren-pesantren, ma’had-ma’had, bahkan sekolah-sekolah dengan pendidikan terintegrasi pun bertebaran. Belum lagi model-model sekolah atau lembaga Tahfizh Al-Quran, yang kini sangat diminati. Masing-masing memproyeksikan sistem dan kurikulum pendidikan yang terintegrasi, sehingga dapat memenuhi tuntutan zaman. Ini justru membuka mata kita dan mengubah mindset kita, bahwa anak mesti ditetapkan pada pilihan yang tepat. Diharapkan supaya anak tersebut mendapatkan pendidikan dan bimbingan yang layak, sehingga ia mumpuni dari segi keilmuan dan keadaban.
*BEBERAPA PANDANGAN TERKAIT ILMU DAN ADAB*
● Ilmu itu lezat, sampai-sampai ulama tidak menikah karena kenikmatan ilmu. Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah mengarang sebuah kitab berjudul: العلماء العزاب الذين آثروا العلم على الزواج _(Ulama Perjaka yang Mengutamakan Ilmu dari Menikah)_, di antaranya : Imam ad-Dzahabi, Imam at-Thabari, Imam an-Nawawi, Imam az-Zamakhsyari.
● Albert Einstein pernah berkata : _Science without religion is Lame, and Religion without science is Blind._ (Ilmu tanpa agama, lumpuh, dan agama tanpa ilmu, buta)
● Peribahasa Inggris menyebutkan : _Your attitude shows your altitude._ (Sikapmu menentukan ketinggianmu)
● Belajarlah sehingga kau merasa bodoh (tidak tau), dan merasa bodohlah sehingga kau belajar.
● Cerita Imam Al-Laits ibn Sa’ad bersama Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas :
أخرج القاضي عياض في (المدارك ) قال: قال الليث بن سعد : لقيت مالكا في المدينة ، فقلت له: إني أراك تمسح العرق عن جبينك. قال: عرقت مع أبي حنيفة ، إنه لفقيه يا مصري. قال الليث : ثم لقيت أبا حنيفة ، وقلت له: ما أحسن قول هـذا الرجل فيك (يشير إلى مالك ) فقال أبو حنيفة: ما رأيت أسرع منه بجواب صادق، ونقد تام..
Al-Laits bin Sa’ad bercerita kepada Al-Qadhi Iyadh : _Aku pernah berjumpa dengan Malik di Madinah_, maka aku berkata padanya: _Sungguh diriku melihat engkau menyapu keringat di dahimu_. Malik menjawab: _Aku berkeringat bersama Abu Hanifah, ia betul-betul Faqih wahai orang Mesir!._ Lalu Al-Laits melanjutkan, kemudian aku berjumpa dengan Abu Hanifah dan berkata padanya: _Betapa indahnya kata-kata (pujian) pria ini (ia mengisyaratkan Imam Malik)!_ Maka Abu Hanifah berkata: _Tak pernah kulihat orang selain dia yang paling cepat memberi jawaban yang benar dan tanggapan yang sempurna!._
Lihatlah, bagaimana tawadhu’nya para ulama? Mereka beradu argumentasi, mereka bersilang pendapat, tapi tidak saling menjatuhkan. Mereka saling melakukan _Taqrizh_ (memuji) dalam diskusi-diskusi, bahkan juga dalam kitab-kitab yang mereka tulis..
● Ulama hikmah menyebutkan :
الأدبُ يسترُ قليلَ العلم والعلمُ لا يستر قليلَ الأدب وفقدُهما عَراء وجمعُهما ثراء
_“Adab bisa menutupi sedikitnya ilmu, tetapi ilmu tidak bisa menutupi sedikitnya adab, Kehilangan ilmu dan adab adalah ketelanjangan, dan mengumpulkan keduanya adalah keberuntungan.”_
*والله تعالى أعلم، وأجل، وأكرم*
*Fastabiqul Khairat.. !!*
Posting Komentar untuk "Keselarasan Ilmu dan Adab"