Sekolah / Madrasah Swasta! Apakah Mitra atau Saingan
Apakah Pendidikan Swasta Mitra atau Saingan Pemerintah? Analisis Fakta, Regulasi, dan Solusi Penguatan Sinergi Pendidikan
Redaksi : / ust.Bustami Ahmad, S.Ag.,M.Pd
1. Awal Pembahasan
Pendidikan di Indonesia dikelola oleh dua pihak utama: pemerintah yang mengelola sekolah negeri, dan masyarakat yang mengelola sekolah swasta. Secara resmi, pemerintah menyatakan bahwa pendidikan swasta adalah mitra pemerintah sebagaimana tercantum dalam berbagai regulasi. Namun, dalam praktiknya sering muncul dinamika yang menunjukkan adanya persaingan, baik dari sisi penerimaan peserta didik, akses terhadap anggaran, maupun pengakuan mutu.
Pertanyaan yang mendasar adalah: Apakah pendidikan swasta benar-benar mitra pemerintah atau justru menjadi saingan? Artikel ini akan mengulas fakta lapangan, dasar hukum, serta menawarkan solusi agar tercipta keseimbangan, khususnya dalam kebebasan swasta mengembangkan kurikulum berbasis vokasi dan produksi (life skill) di luar acuan kurikulum nasional.
2. Landasan Hukum Pendidikan Swasta sebagai Mitra Pemerintah
Secara normatif, pemerintah mengakui pendidikan swasta sebagai mitra. Hal ini diatur dalam berbagai peraturan:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3)
"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa."
Sistem pendidikan nasional melibatkan masyarakat sebagai mitra penyelenggara.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 54 ayat (1):
"Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada jalur pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat."
3. PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Pasal 183):
Pendidikan swasta merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional dan diakui sebagai mitra pemerintah dalam menyediakan layanan pendidikan.
4. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah (Pasal 1 ayat 2) menegaskan bahwa peran masyarakat penting dalam mendukung mutu pendidikan, termasuk melalui penyelenggaraan sekolah swasta.
Dengan dasar hukum ini, jelas bahwa pendidikan swasta secara formal diakui sebagai mitra pemerintah.
3. Fakta Lapangan: Apakah Mitra atau Saingan?
Meskipun regulasi menempatkan swasta sebagai mitra, di lapangan terlihat dinamika yang kadang memunculkan kesan bahwa swasta justru bersaing dengan pemerintah.
3.1. Persaingan dalam Penerimaan Peserta Didik
Sekolah negeri memiliki daya tarik lebih besar karena biaya pendidikan lebih rendah (bahkan gratis melalui BOS dan BOSDA), sedangkan sekolah swasta umumnya menarik iuran.
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi seringkali membuat sekolah swasta kekurangan siswa karena prioritas utama masuk ke sekolah negeri.
3.2. Ketimpangan Akses Anggaran
Sekolah negeri memperoleh pembiayaan penuh dari APBN/APBD, sedangkan sekolah swasta hanya mendapatkan bantuan terbatas (BOS, hibah, atau subsidi tertentu).
Ketimpangan ini membuat sekolah swasta kesulitan bersaing dalam hal fasilitas, gaji guru, dan inovasi.
3.3. Mutu Pendidikan
Tidak sedikit sekolah swasta, terutama yang dikelola yayasan besar atau berbasis agama, memiliki mutu yang lebih unggul dibanding sekolah negeri dalam hal kualitas pembelajaran, manajemen, dan lulusan.
Namun sekolah swasta kecil menghadapi tantangan besar untuk bertahan karena terbatasnya siswa dan dana.
Dengan fakta ini, dapat disimpulkan bahwa pemerintah dan swasta cenderung bersaing secara tidak langsung, meskipun secara regulasi dikatakan mitra.
4. Tantangan Kurikulum Nasional dan Kebutuhan Kebebasan Swasta
Pendidikan nasional menggunakan Kurikulum Nasional (Kurikulum Merdeka) yang ditetapkan Kemendikbudristek. Namun, banyak sekolah swasta memiliki kekhasan (misalnya berbasis vokasi, produksi, atau life skill) yang membutuhkan kurikulum berbeda.
4.1. Batasan Regulasi
Pasal 36 UU No. 20 Tahun 2003: kurikulum disusun sesuai standar nasional.
PP No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan: setiap satuan pendidikan wajib memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Artinya, sekolah swasta tidak boleh sepenuhnya lepas dari kurikulum nasional, tetapi diperbolehkan mengembangkan muatan lokal atau kekhasan.
4.2. Contoh Sekolah dengan Kurikulum Khusus
Sekolah vokasi dan produksi (SMK berbasis industri) yang menambahkan kurikulum life skill dan produksi nyata di luar jam kurikulum wajib.
Pesantren dan sekolah agama yang menggunakan kurikulum Kemenag ditambah kurikulum kepesantrenan.
Namun, aturan ini sering dianggap membatasi kreativitas swasta yang ingin membuat kurikulum 100% independen.
5. Tawaran Solusi: Keseimbangan dan Kebebasan yang Berbasis Regulasi
Agar pendidikan swasta benar-benar menjadi mitra pemerintah dan tidak hanya bersaing, diperlukan kebijakan yang lebih seimbang:
5.1. Pemberian Kebebasan Merancang Kurikulum Khusus
Pemerintah perlu menerbitkan kebijakan khusus (Permendikbud) yang memperbolehkan sekolah swasta dengan basis vokasi dan produksi menyusun kurikulum mandiri, selama memenuhi standar minimal kompetensi nasional.
Referensi: Pasal 38 UU Sisdiknas: "Satuan pendidikan dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan, peserta didik, dan masyarakat."
5.2. Pendanaan yang Berkeadilan
Skema bantuan BOS dan BOSDA perlu proporsional, tidak hanya berdasarkan jumlah siswa tetapi juga mempertimbangkan kondisi sekolah.
Pemerintah daerah bisa memberikan subsidi gaji guru swasta agar tidak terjadi kesenjangan yang terlalu jauh.
5.3. Sinergi Program antara Negeri dan Swasta
Program seperti PKL, magang industri, dan pelatihan guru dapat dilakukan lintas lembaga agar sekolah negeri dan swasta saling mendukung.
5.4. Otonomi Pendidikan Berbasis Life Skill
Pemerintah bisa mengadopsi model dual system seperti di Jerman, yang memungkinkan sekolah vokasi (termasuk swasta) menjalankan kurikulum produksi dengan kebebasan penuh selama tetap memenuhi kompetensi dasar.
6. Penutup / Kesimpulan
Secara regulasi, pendidikan swasta adalah mitra pemerintah. Namun, fakta lapangan menunjukkan adanya kesan persaingan, terutama dalam hal pendanaan dan perekrutan siswa. Ketimpangan ini bisa dikurangi dengan memberikan kebebasan yang lebih luas kepada swasta dalam merancang kurikulum khusus (vokasi, produksi, dan life skill) serta memperbaiki sistem pendanaan agar berkeadilan.
Dasar hukum seperti UU Sisdiknas Pasal 38 sebenarnya sudah membuka ruang inovasi. Diperlukan keberanian pemerintah dalam menyempurnakan aturan turunan (Permen, juknis, juklak) agar pendidikan swasta dapat berkembang dengan karakteristik masing-masing tanpa harus selalu seragam dengan kurikulum nasional.
Dengan demikian, pendidikan swasta dapat benar-benar menjadi mitra pemerintah, bukan sekadar saingan, dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Daftar Rujukan
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan.
5. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
6. Tilaar, H.A.R. (2012). Kebijakan Pendidikan: Analisis dalam Konteks Globalisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: Rineka Cipta.
7. Mulyasa, E. (2016). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Redaksi: Islamic tekhno tv.com
Posting Komentar untuk "Apakah Pendidikan Swasta Mitra atau Saingan Pemerintah"