Bahaya Laten Berdusta

Pengajian Kajian Subuh Gp.Tijue by. Tgk. Hasanuddin, SH.,MH

Bahaya Laten Berbohong atau Dusta, Rasulullah Sangat Melarang Dusta Bahkan menekan bukan umat  golongan nya

Dirangkum: Cik Gu Bustami Ahmad,S.Ag.,M.Pd

1. Awal Pembahasan

Dusta berbohong , merupakan sebuah perbuatan yang secara mutlak terlarang dalam ajaran Islam, namun sangat mudah dilakukan dan sering dianggap sepele dalam praktik sehari‑hari. Bila dibiarkan terus‑menerus dan berkembang secara laten (terselubung), dusta dapat meresap ke dalam tatanan kehidupan hingga melemahkan moral individu, merusak kepercayaan sosial, dan menyuburkan praktik manipulasi di ranah publik maupun politik.

Tulisan ini Dirangkumkan menjadi artikel Ilmiah bertujuan menguraikan secara akademis bahaya laten dusta, derivasi‑derivasi normatif dari Al‑Qurʾān dan Hadis (dengan teks Arab lengkap dan penomoran ayat), ulasan ulama klasik dan modern, serta relevansi dan tantangan di era modern sekarang , di mana kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan sering kali mendorong penggunaan dusta secara sistemik.

2. Landasan Syariah

2.1 Dalil dari Al‑Qurʾān

Beberapa ayat Al‑Qurʾān mengecam dusta dengan tegas. Berikut beberapa contohnya dengan teks Arab dan nomor ayat:

1. Surah Al‑Baqarah (2:42)

وَلا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: "Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui." (al‑Baqarah: 42)

2. Surah An‑Nisa’ (4:135)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُواْ ۚ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Artinya: "Hai orang‑orang yang beriman, jadilah kamu orang‑orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa." (an‑Nisa’: 135). Meskipun fokus utama ayat ini adalah keadilan, namun menyaksikan kebatilan (termasuk dusta) dan membiarkannya merupakan bentuk menyembunyikan kebenaran yang secara implisit dilarang.

3. Surah Al‑Hajj (22:30)

ذَٰلِكَ‌ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Ayat ini tidak menyebut secara langsung dusta, tapi menekankan keikhlasan; dusta mencederai keikhlasan dan ketakwaan hati.

Ada pula ayat-ayat lain seperti perintah berkata jujur dan ancaman bagi pendusta, misalnya:

Surah Al‑Isra’ (17:36): وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ

"Dan janganlah kamu ikuti apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya." , termasuk larangan menyebarkan informasi bohong.

Surah Az‑Zumar (39:65): وَلا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُضِلِّينَ

"Dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang menyesatkan." , Dusta adalah jalan menyesatkan.

2.2 Dalil dari Hadis Nabi saw

Berikut beberapa hadis yang secara eksplisit mengecam dusta:

1. Hadis Riwayat Muslim (dengan redaksi Arab):

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:

"عليكم بالصدق، فإن الصدق يهدي إلى البر، وإن البر يهدي إلى الجنة، وإن الرجل ليصدق حتى يُكتب عند الله صديقًا. وإياكم والكذب، فإن الكذب يهدي إلى الفجور، وإن الفجور يهدي إلى النار، وإن الرجل ليكذب حتى يُكتب عند الله كذابًا."

Artinya: “Wajiblah kamu berkata jujur, karena kejujuran itu mengantarkan kepada kebajikan dan kebajikan itu mengantarkan ke surga; seorang hamba terus-menerus jujur hingga dia ditulis di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan jauhilah dusta, karena dusta itu mengantarkan kepada kejahatan, dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka; dan seorang hamba terus-menerus berdusta hingga dia ditulis sebagai pendusta di sisi Allah.”

2. Hadis Riwayat Ahmad dan Tirmidzi (dengan teks pendek):

مِن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، فَلَا يَأْكُلَنَّ أَمْوَالَ اللَّهِ بِالْبَاطِلِ وَلا يَقُلْ بِالْبَاطِلِ — “من يصدق يوصل” (jika ada versi ringkas dapat dicantumkan). Intinya ini juga mengecam dusta khususnya dalam transaksi.

3. Hadis Riwayat Bukhari:

لَا تَكُونُوا ضُحَاكِينَ كَذَّابِينَ — “Janganlah kalian menjadi orang yang banyak tertawa dan pembohong.” (Bukhari, Kitab Adab).

3. Pembahasan

3.1 Hakikat dan Definisi Dusta

Secara syariah, dusta adalah menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan kenyataan dengan maksud menipu. Termasuk dalam cakupan ini adalah:

Berbohong transparan: membuat pernyataan yang jelas tidak benar.

Berbohong laten (terselubung): misalnya menyampaikan separuh kebenaran, menyembunyikan fakta penting, berbohong melalui konteks, membiarkan kesan yang salah, atau “white lie” yang tampak sepele tapi menciderai integritas.

3.2 Bahaya Laten Berbohong

Secara Individu:

Menyebabkan penurunan kredibilitas dan rasa bersalah yang kronis.

Menyuburkan kecanduan berbohong — seperti ditegaskan Rasul ﷺ dalam hadis: “...hingga ditulis sebagai pendusta...”

Secara Sosial:

Menggerogoti kepercayaan antarindividu dan antarinstitusi.

Membentuk budaya “kebohongan terstruktur”: organisasi atau kelompok yang menjadikan dusta sebagai strategi (misalnya manipulasi opini publik).

Secara Spiritual:

Menyebabkan hilangnya ketakwaan dan keikhlasan, karena niat terselubung (lihat Surah Al‑Hajj 22:30 tentang ketakwaan hati).

Dusta secara laten bisa memadamkan rasa takut kepada Allah jika seseorang terbiasa meremehkan syariat karena konteks “pragmatis” duniawi.

4. Tinjauan Ulama: Klasik & Kontemporer

4.1 Ulama Klasik

Ulama klasik seperti Imam Al‑Ghazzali dalam Iḥyāʾ ʿUlūm ad‑Dīn menekankan bahwa bashīrah (ikhlas) dan sidq (kejujuran) adalah pondasi spiritual, sedangkan kitaq (menyembunyikan) dan kadhib (dusta) menjadi pintu spiritualitas tergerus.

4.2 Ulama Modern

Yusuf al‑Qaradawi menyoroti bagaimana politisasi agama bisa memunculkan dusta sistemik—baik dalam retorika politik maupun klaim ideologis.

Wahbah al‑Zuhayli membedakan antara “white lie” yang mungkin ada urgensi situasional, dan dusta sistemik yang merusak tatanan moral dan sosial.

Mereka menunjukkan bahwa zaman modern memunculkan berbagai bentuk “dusta kelompok/golongan/politik” , misalnya propaganda, framing media, kampanye citra, dsb., yang sering diterima secara luas karena terlindungi oleh struktur kekuasaan atau sistem informasi distorsi.

5. Dusta dalam Konteks Modern

5.1 Dusta Pribadi vs. Dusta Kelompok

Dusta pribadi sering dianggap “sepele” seperti menambah-nambah narasi untuk impresi di media sosial. Padahal ini menumbuhkan “normalisasi kebohongan kecil” yang melemahkan kejujuran sebagai karakter.

Dusta kelompok/golongan lebih sistemik: politisi, perusahaan, media, bahkan institusi agama dapat membiakkan narasi palsu.

Contohnya: framing politik yang menyembunyikan fakta, reklame menipu konsumen, atau klaim agama yang disesuaikan untuk popularitas.

5.2 Paradoks “White Lie” dan Moral Relativisme

Tengah berkembang gagasan bahwa dusta kecil dibenarkan demi mencapai “tujuan mulia” (ends justify the means). Namun, pandangan syariat menolak logika ini karena:

Toh “jalan ke neraka dibentangkan dengan hina” (hadis); dusta jalan pintas menuju kerusakan hati.

Sebuah dusta kecil bila terbiasa bisa membesarkan diri jadi kebohongan besar.

5.3 Urgensi Etika Kejujuran di Era Digital

Disinformasi dan deepfake memperluas dampak dusta laten.

Edukasi literasi media dan integritas digital menjadi keharusan moral.

6. Implikasi Etis dan Solusi

6.1 Dampak Jangka Panjang

Masyarakat yang terbiasa dusta mengalami erosion of trust.

Kehidupan publik bisa runtuh karena minimnya align antara narasi dan fakta.

6.2 Rekomendasi dan Solusi 

Diskusi : Hasil pertanyaan Jamaah salah satunya dari Bapak, Banta syam " Bagaimana Berbohong secara Berjamaah yang dusta satu orang yaitu pimpinan yang lain mendukung dan mengikuti nya? "

Tgk. Hasanuddin Menjawab sama saja Siduuk kedrou, sipeeh bajou, simat Talou sama saja maksutnya tetap berdosa , akhirnya solusi dari beberapa pertanyaan lain ialah:

1. Pendidikan Etika & Literasi

Integrasi muatan kejujuran dan kritis terhadap informasi mulai pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.

2. Media dan Hukum

Standar jurnalistik yang menolak disinformasi. Regulasi transparansi informasi yang di-back up penegakan hukum.

3. Kesadaran Spiritual Individu

Menumbuhkan self-accountability (muhasabah), zikir, tauwbah (pertobatan) atas kecenderungan berbohong laten, dan memperkuat ketaqwaan—mengacu pada ayat-ayat seperti Al‑Baqarah 42 dan hadis “kejujuran mengantarkan ke surga”.

4. Aksi Institusional

Pendekatan preventif: pelatihan anti-korupsi integritas bagi pejabat, pendidikan etika profesional.

Pendekatan kuratif: audit informasi publik, klarifikasi resmi, dan mekanisme tanggapan terhadap tuduhan hoaks atau dusta kelompok.

7. Kesimpulan

Dusta laten bukan sekadar tindakan individual, tapi bisa menjelma menjadi budaya sosial dan politik yang merusak , mengikis kepercayaan, keikhlasan, dan keadilan.

Syariat menegakkan kejujuran absolut, sekalipun sulit atau tidak menguntungkan secara instan ,  seperti tertuang dalam dalil Qurʾān dan hadis: kejujuran adalah akar kebajikan dan pintu surga; dusta adalah akar kejahatan dan jalan neraka.

Era modern menuntut integritas yang lebih tinggi, karena peluang dan efek terbentangnya dusta semakin luas lewat media, teknologi, dan struktur kekuasaan.

Solusi harus lintas-sektor: pendidikan, regulasi, budaya integritas, serta kesadaran spiritual.

Redaksi: Islamic tekhno tv com 

Posting Komentar untuk "Bahaya Laten Berdusta"